Selasa, 02 Juli 2013

Perkembangan Usaha-usaha dari UKM yang Maju dan Bahkan Mengekspor


 
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sector yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sector tradisional maupun modern. Peranan UKM tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen yaitu :
  1. Departemen Perindustrian dan perdagangan
  2. Departemen Koperasi dan UKM
Namun demikian, usaha pengembangan yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan kemajuan yang dicapai usaha besar.
Pelaksanaan kebijakan UKM oleh pemerintah selama orde baru, sedikit saja yang dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya sangat tidak memuaskan. Pemerintah lebih berpihak kepada pengusaha besar hanpir semua sector, antara lain :
  1. Perdagangan
  2. Perbankan
  3. Kehutanan
  4. Pertanian
  5. Industri
Dalam menghadpi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar di dalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa yang masuk dari luar akaibat dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan UKM saai ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM diharapkan dapat tercapai dimasa mendatang.
Dengan berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan.
Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha kecil yang bergerak disektor pertanian.
Pada tahun 1996 dat biro pusat statistic menunjukan jumlah UKM ada 38,9 juta, dimana sector:
  1. Pertanian berjumlah 22,5 juata (57,9%)
  2. Sektor Industri pengelolaan ada 2,7 juta (6,9%)
  3. Sektor perdagangan, rumah dan hotel ada 9,5 juta (24%)
  4. Dan sisanya bergerak disektor lain.
Dari nilai ekspor nasionl menurut BPS pada tahun 1998 ekspor industri kecil dan menengah hanya 6,2%, nilai ini jauh tertinggal bila dibandingkan ekspor usah kecil negara-negara lain seperti :
  1. Taiwan (65%),
  2. Cina 50%
  3. Vietnam 20%
  4. Hongkong 17%
  5. Singapura 17%
Oleh karena itu perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti :
  1. Perizinan
  2. Teknologi
  3. Struktur
  4. Manajemen
  5. Pelatihan
  6. Pembiayaan

« Peran Usaha Kecil Dan Menengah (Ukm)
Peranan UKM dalam perekonomian nasional diakui sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi UKM terhadap lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pembangunan ekonomi pedesaan dan sebagai penggerak peningkatan ekspor manufaktur / nonmigas. Di sisi lain, krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa UKM relatif lebih bertahan daripada usaha skala besar, yang banyak mengalami kebangkrutan. Hal di atas berimplikasi pada pentingnya mengembangkan UKM. Beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya pengembangan UKM adalah:
      Fleksibilitas dan adaptabilitas UKM dalam memperoleh bahan mentah dan peralatan. Relevansi UKM dengan proses-proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptanya integritas kegiatan pada sektor ekonomi yang lain. Potensi UKM dalam menciptakan dan memperluas lapangan kerja.
      Peranan UKM dalmfi jangka panjang sebagai basis untuk mencapai kemandirian pemba- ngunan ekonomi; karena UKM umumnya diusahakan pengusaha dalam negeri dengm1 menggunakan kandungan impor yang rendah.
Menurut Eugene dan Morce (1965), tipe kebijakan pemerintah sangat menentukan pertumbuhan UKM. Ada empat pilihan: (1) Kebijakan do nothing policy: pemerintah apapun alasannya sadar tidak perlu berbuat apa-apa dan membiarkan UKM begitu saja, (2) kebijakan memberi perlindungan (protection policy) terhadap UKM: kebijakan ini bersifat melindungi UKM dari kompetisi dan bahkan memberi subsidi, (3) kebijakan berdasarkan ideology pembangunan (developmentalist): kebijakan ini memilih industri yang potensial, (picking the winner) namun tidak diberi subsidi dan (4) kebijakan yang semakin popular adalah apa yang disebut market friendly policy dengan penekanan pada pilihan brood based, tanpa subsidi dan kompetisi.
Pada masa lalu, pemerintah memilih kebijakan tipe kedua (protection) akan tetapi kerangka tujuan jatuh pada pilihan ketiga, yakni developmentalist. Hasilnya baik industri besar dan kecil menengah tidak berhasil. Ketidakberhasilan ini disebabkan oleh lingkungan yang diciptakan oleh kebijakan tersebut pada dasarnya membuat UKM masuk usaha yang tumbuh secara distorsif. Oleh karena itu saya melihat bahwa pilihan kebijakan tipe ketiga dikombinasi dengan tipe keempat dalam kerangka dasar kebijakan pemerintah.
Dalam hubungan ini, dewasa ini, semakin jelas bahwa UKM secara dikotomis dibagi ke dalam dua jenis definisi. UKM dengan definisi usaha mikro dibedakan dengan usaha kecil dan menengah yang dianggap potensial dapat dikembangkan. Akan tetapi sesungguhnya distribusi UKM sungguh pincang, dimana usaha mikro dalam jumlah yang sangat besar melebihi 2,5 juta unit sedangkan usaha kecil potensial mungkin tidak lebih dari 300 ribu unit dan jumlah usaha menengah di Indonesia sama sekali belum jelas, Kaitannya dengan kebijakan yang terbangun dalam persepsi yang popular adalah usaha kecil mikro lebih cocok untuk welfare policy, sedangkan untuk UKM adalah competitive business policy. Di sini terlihat UU No.9. 1995 maupun PP No. 10 tahun 2001, tentang UKM tidak dapat memberi ,jalan keluar, kecuali hanya mampu mengakomodasi semua pendapat.
« Upaya untuk Pengembangan UKM
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut :
a.              Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya     iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
b.              Bantuan Permodalan Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah(UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM . Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bagaimana mendorong pengembangan LKM ini berjalan dengan baik, karena selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi operasionalnya.
c.              Perlindungan Usaha Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undangundang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution).
d.              Pengembangan Kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di  dalam negeri maupun di luar negeri, untuk  menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
e.              Pelatihan Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk  mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan.
f.               Membentuk Lembaga Khusus Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM.
g.              Memantapkan Asosiasi Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan  untuk pengembangan usaha bagi anggotanya.
h.              Mengembangkan Promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.  Mengembangkan Kerjasama yang Setara Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha.
Kembali kepada masalah lingkungan usaha, ada beberapa faktor strategis yang perlu dikembangkan untuk mendukung terciptanya lingkungan usaha yang kondusif. Lingkungan yang kondusif bagi pengembangan usaha/bisnis, khususnya UKM, dapat dilakukan melalui beberapa hat berikut ini.

1.     Kebijakan Pemerintah yang Komplementer
                  Pemerintah perlu menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendorong perkembangan UKM yang bergairah dan dinamis. Untuk ini, yang merupakan kepentingan utama UKM adalah apabila pertumbuhan ekonomi yang ekspansif. Merupakan kunci utama bagaimana seharusnya pemerintah menciptakan lingkungan yang sehat. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat berbagai kebijakan dalam:
1.     Melakukan investasi dalan infrastruktur tradisional dan teknologis
2.     Mendorong terjadinya tabungan swasta dan investasi domestik
3.     Mengembangkan agresivitas di pasar internasional (ekspor) dan daya tarik bagi investasi asing langsung
4.     Fokus pacta kualitas, kecekatan dan transpm'ansi administrasi/birokrasi dan pemerintah
5.     Memelihara keterkaitan antara tingkat upah, produktivitas dan perpajakan
6.     Memelihara ketahanan jaringan sosial dan mengurangi disparitas upah, dan memperkuat kelas menengah.
7.     Melakukan investasi besar dalam pendidikan, khususnya tingkat menengah, dan pelatihan sepanjang hidup bagi angkatan kerja
8.     Melanjutkan dan terus melakukan restrukturisasi sektor keuangan dan perbankan
9.     Desentralisasi politik dan ekonomi di tingkat provinsi dan kabupaten
10.  Menata kembali kebijakan perdagangan dan penanaman modal, khususnya sektor riil dalam usaha mendorong ekspor
11.  Membangun sistem hukum dan peradilan yang efektif termasuk prinsip pengawasan yang baik dan efektif untuk menunjang pembangunan sosial, ekonomi dan politik.
12.  Kebijakan pilihan menghidupkan mekanisme pasar sebagai ganti dari heavy intervention policy.
13.  Kebijakan ekonorni makro yang non diskriminatif terhadap UKM
14.  Kebijakan pilihan strategis industri dan sektor yang dipilih untuk mendukungnya
15.  Kebijakan perdagangan dan investasi di tingkat nasional dan di wilayah atau daerah khusus.
2.     Masalah Kemudahan Perijinan  
Salah satu aspek dari lingkungan usaha yang sehat adalah mudahnya perijinan usaha. Pada umumnya, untuk memperoleh perijinan usaha, seorang pengusaha harus mengeluarkan biaya sekitar 3 atau 4 kali dari biaya perijinan yang ditentukan. Surat ijin harus diperbaharui setiap tahun dan memerlukan beberapa klarifikasi dari beberapa pejabat yang berwenang, yang biasanya menyebabkan perlunya biaya tambahan. Hal ini terjadi karena perijinan tidak transparan, mahal, berbelit-belit, diskriminatif, lama dan tidak pasti, serta tumpang tindih vertical (antara pusat -daerah) dan horizontal (antara instansi di daerah). Akibatnya, minat pengusaha terhambat untuk mengembangkan usahanya.
Karena itu, hukum perlu ditegakkan dan dilaksanakan secara tegas.      Di samping itu, perumusannya perlu melibatkan pengusaha kecil dan asosiasi UKM. Dengan demikian, pengurusan ijin usaha akan menjadi sederhana menjadi memberi lingkungan yang kondusif untuk pengembangan UKM. Otonomi daerah harus mampu menghasilkan penyederhanaan perijinan usaha yang mendorong UKM untuk memilikinya. Dengan demikian penerimaan pemerintah dari sektor usaha dapat meningkat. Di samping itu, hal ini juga bermanfaat meminimalkan transaksi illegal yang sering terjadi dalam upaya menekan biaya pajak. Implikasi yang lebih luas, untuk meningkatkan daya kompetisi UKM masuk dalam lingkungan pasar global, perlu diusahakan semacam pelayanan terpadu (UPT).
3.     Perlu Tersedia Small Size Loan untuk UKM
  Masalah permodalan, yang sering sekali dilihat sebagai faktor penghambat dalam pengembangan UKM, sebenarnya dapat diatasi dengan mengakses lembaga keuangan (bank dan non-bank). Untuk mendukung akses ini. suku bunga perbankan sebaiknya dibuat rendah sehingga kredit menjadi lebih murah. Di samping itu, pemberian informasi mengenai sumber pembiayaan dari lembaga keuangan non bank menjadi hal yang sangat penting. Prosedur kredit perlu disederhanakan menjadi mudah dan pencairan kredit menjadi lebih cepat. Pihak perbankan juga sebaiknya mengimformasikan standar proposal pengajuan kredit untuk membantu pengusaha kecil mengajukan proposal yang sesuai dengan kriteria perbankan. Di samping itu, perbankan juga perlu merumuskan kembali kriteria kelayakan usaha kecil agar jumlah kredit yang disetujui sesuai dengan kebutuhan usaha kecil.
4.     Pengembangan Teknologi Tepat Guna
  Untuk menyiapkan UKM memasuki pasar global yang kompetitif. salah satu kunci utama dan mungkin terutama adalah memiliki kemampuan merakit kerjasama bisnis (marketing network) di dalam dan di luar negeri (ekspor). Dalam keadaan ini. UKM perlu memanfaatkan informasi teknologi (IT) yang berkembang dewasa ini. Dengan kata lain perlu transparansi terhadap dari sistem administrasi manual kearah automasi dengan mendayagunakan komputer dalam mengelola usaha.
UKM di Indonesia masih menggunakan teknologi sederhana. Kenyataan ini membuat produktivitas UKM masih rendah. Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa akses dan informasi sumber teknologi masih kurang dan tidak merata dan upaya penyebarluasannya kurang gencar. Untuk itu perlu kehadiran lembaga yang mengkaji teknologi yang ditawarkan oleh pasar kepada usaha kecil agar teknologi yang ada dapat dimanfaatkan secara optimum. Teknologi ini hendaknya bersifat tepat guna dengan spesifikasi peralatan sesuai dengan kebutuhan. lnstansi pemerintah, non pemerintah dan perguruan tinggi berperan dalam mengidentifikasi, menemukan dan menyebarluaskan serta melakukan pembinaan teknis sehubungan dengan teknologi baru atau teknologi tepat guna secara intensif sehingga keterampilan tenaga kerja di UKM dapat ditingkatkan.
5.     Menciptakan Iklim Kompetisi bagi UKM dan Usaha Besar
  Undang-undang No.5, 1999 merupakan undang-undang yang melarang monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. UU ini menyetarakan kedudukan antara UKM dan usaha besar yang dapat menciptakan kompetisi yang sehat. Untuk memudahkan masuk dan keluar pasar, perlu dilakukan pembenahan terhadap jalan, listrik, telepon, air serta fasilitas penanganan limbah dan gangguan. Karena Sarana ini akan sangat mendukung mobilitas pasar bagi UKM.
Dengan memperhatikan dan pembenahan terhadap keselurahan variable di atas, maka akan tercipta lingkungan yang kondusif dalam pengembangan UKM di Indonesia. Dimana, hingga saat ini UKM dipandang sebagai salah satu simpul kekuatan perekonomian di Indonesia.

Sumber : http://witaoctaviani.blogspot.com/2012/01/tulisan-teori-organisasi-umum.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar